Tradisi ngapati
(ngupati) yang biasanya dilaksanakan pada bulan keempat dari kehamilan
seseorang pada hakikatnya adalah acara berdoa yang dilaksanakan secara
bersama-sama untuk memohonkan kepada Allah agar kelak anak yang akan
dilahirkan menjadi manusia yang utuh, sempurna, sehat, memperoleh anugerah
rezki yang berkah dan luas, berumur panjang penuh dengan nilai-nilai ibadah,
dan memperoleh keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat. Dan di dalamnya
juga terdapat unsur sedekah. Namun sayang, amalan yang baik ini disalahpahami oleh sebagian orang sehingga tanpa sungkan mereka memvonisnya sebagai perbuatan bid’ah yang akan menjerumuskan
pelakunya ke dalam neraka.
Menurut kelompok yang membid’ahkan, tradisi ngapati (ngupati) adalah
tradisi Hindu yang masih melekat di kehidupan umat Islam di tanah Jawa. Amalan
yang demikian itu tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak mempunyai
landasan di dalam syariat Islam. Tradisi ini adalah perkara baru yang
diada-adakan. Oleh karena itu, tradisi ngapati (ngupati) termasuk bid’ah
dan setiap bid’ah adalah sesat. Orang yang mengamalkannya adalah pelaku
kesesatan yang kelak akan disiksa di dalam neraka.
Benarkah demikian?
Tentu saja tidak. Seandainya saja kelompok yang membid'ahkan mau berpikir jernih tentulah mereka akan menemukan bahwa tradisi ngapati (ngupati) sama sekali tidak bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan, tradisi itu menemukan 'ruh'-nya di dalam ajaran Islam. Berikut penjelasannya.
Saat janin berusia empat bulan (120 hari) dimulailah kehidupan dengan
ruh, dan saat itulah ditentukan bagaimana ia menjalani kehidupan selanjutnya,
sejak di dunia hingga akhirat. Di usia ke-120 hari itu ditetapkan oleh Allah
rezkinya, ajalnya, langkah-langkah perilakunya, dan sebagai orang yang celaka
atau beruntung.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ
عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ
اللهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ
وَرِزْقُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ
“Setiap orang
dari kalian telah dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut
ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah (zigot) selama itu
pula, kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) selama itu pula, kemudian
Allah mengirim malaikat yang diperintahkan dengan empat ketetapan (dan
dikatakan kepadanya), tulislah amalnya, rezkinya, ajalnya dan sengsara dan
bahagianya lalu ditiupkan ruh kepadanya.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Hadits inilah
sesungguhnya yang mengilhami umat Islam di tanah Jawa untuk mengadakan upacara ngapati
(ngupati). Menyongsong penentuan itu, maka diadakan upacara ngapati
(ngupati), yang pada intinya adalah berdoa dan mengajukan permohonan kepada
Allah agar kelak anak yang akan dilahirkan menjadi manusia yang utuh,
sempurna, sehat, memperoleh anugerah rezki yang berkah dan luas, berumur
panjang penuh dengan nilai-nilai ibadah, dan memperoleh keberuntungan hidup di
dunia dan di akhirat. Selain berdoa, biasanya juga diiringi dengan pemberian
sedekah; dan Anda tentunya tahu bahwa doa dan sedekah adalah dua kekuatan yang
kedahsyatannya mampu menembus takdir.
Dalam
praktiknya, tradisi ngapati (ngupati) yang dilaksanakan pada bulan
keempat itu adalah dengan meminta kepada sejumlah orang untuk berdoa dan
mendoakan, serta di dalamnya juga terdapat sedekah. Namun tentu saja menjadi
langkah yang tidak bijak bila memaksakan diri untuk bersedekah, sementara
keadaan sedang tidak berkemampuan. Ini hanyalah sebuah tradisi yang baik. Tidak
ada kewajiban syariat di dalamnya, namun ia pun tidak bertentangan dengan syariat.
Dengan kata lain, jika Anda berkemampuan, silakan Anda melakukannya. Karena
tradisi ngapati (ngupati) bukanlah bid’ah. Terbukti ada dalil yang
mengilhami pelaksanaan amalan di dalamnya. Namun jika Anda tidak berkemampuan,
maka tidak mengapa bila Anda tidak melaksanakannya. Cukup bagi Anda untuk
berdoa kepada Allah, memohon agar anak yang akan dilahirkan dilimpahi rahmat
dan keberkahan dalam kehidupannya, sejak di dunia hingga akhirat. (J.R)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar