Jumat, 04 Agustus 2023

Hukum Bergeser Usai Shalat Fardhu untuk Shalat Sunnah

Rasulullah Saw dalam salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim melalui jalur Zaid bin Tsabit ra menganjurkan untuk menjalankan shalat sunnah di rumah. Tentunya tidak semua shalat sunnah dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah, seperti shalat id dan shalat sunnah gerhana.

Atas dasar ini, para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i menyatakan bahwa jika shalat itu termasuk dari shalat yang setelahnya dianjurkan untuk menjalankan shalat nafilah atau shalat sunnah, maka orang yang ingin mengerjakan shalat sunnah tersebut dianjurkan melaksanakannya di rumah.

قَالَ اَصْحَابُنَا، اِنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ مِمَّا يُتَنَفَّلُ بَعْدَهَا فَالسُّنَّةُ اَنْ يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ لِفِعْلِ النَّافِلَةِ، لِاَنَّ فِعْلِهَا فِي الْبَيْتِ اَفْضَلُ، لِقَوْلِهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوا اَيُّهَا النَّاسِ فِي بُيُوْتِكُمْ، فَاِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ اِلَّا الْمَكْتُوْبَةَ، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ مِنْ رِوَايَةِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِىَ اللهُ تَعَالَي عَنْهُ

“Menurut para ulama dari kalangan kami (madzhab Syafi’i), bahwa jika shalat itu merupakan yang termasuk disunnahkan untuk melakukan shalat sunnah setelah shalat tersebut, sebaiknya seseorang kembali ke rumahnya untuk menjalankan shalat sunnah (nafilah). Sebab, menjalankan shalat sunnah tersebut lebih utama dilaksanakan di rumah karena terdapat sabda Nabi Saw yang menyatakan: ‘Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian, karena yang paling utama shalatnya seseorang adalah di rumah kecuali shalat maktubah’. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Tsabit ra.” (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz III, hal, 472).

Sampai di sini tidak ada persoalan berarti. Namun persoalan akan muncul jika orang yang sehabis shalat fardhu di masjid itu tidak ingin pulang ke rumah lebih dulu, namun ingin melaksanakan shalat sunnah di masjid. Apa yang sebaiknya ia lakukan? Apakah ia shalat sunnah di tempat yang telah digunakannya untuk shalat fardhu itu?

Ulama dari kalangan madzhab Syafi’i, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Nawawi menyatakan bahwa ia disunnahkan untuk bergeser atau pindah sedikit dari tempat semula ke tempat lain. Pertanyannya, mengapa ia disunnahkan bergeser dari tempat semula? Jawabnya adalah untuk memperbanyak tempat sujud. Demikian menurut Imam Al-Baghawi dan ulama yang lain.

قَالَ أَصْحَابُنَا، فَإِنْ لَمْ يَرْجِعْ إِلَى بَيْتِهِ وَأَرَادَ التَّنَفُّلَ فِي الْمَسْجِدِ، يُسْتَحَبُّ أَنْ يَنْتَقِلَ عَنْ مَوْضِعِهِ قَلِيلاً، لِتَكْثِيرِ مَوَاضَعِ سُجُودِهِ، هَكَذَا عَلَّلَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ

“Menurut para ulama dari kalangan kami, apabila orang yang shalat tidak segera kembali ke rumah, dan masih tetap ingin melaksanakan shalat nafilah di masjid, maka disunnahkan baginya untuk bergeser sedikit dari tempatnya semula demi memperbanyak tempat sujudnya. Demikian ini ‘illat atau alasan di balik anjuran berpindah atau bergerser sebagaimana dikemukakan Al-Baghawi dan selainnya.” (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz III, hal. 472).

Logika yang dibangun oleh Imam al-Baghawi dan ulama lain ini menarik untuk dicermati. Memperbanyak tempat sujud sama artinya memperbanyak tempat ibadah. Karena tempat sujud kelak akan akan menjadi saksi bagi orang yang bersujud di tempat tersebut.

Allah berfirman:

يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا

“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS Az-Zalzalah [99]: 4).

Artinya, bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat kepadanya. Asy-Syaukani berkata:

وَالْعِلَّةُ فِي ذَلِكَ تَكْثِيْرُ مَوَاضِعِ الْعِبَادَةِ، كَمَا قَالَ الْبُخَارِيُّ وَالْبَغَوِيُّ لِأَنَّ مَوَاضِعَ السُّجُودِ تَشْهَدُ لَهُ، كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا، أَيْ تُخْبِرُ بِمَا عُمِلَ عَلَيْهَا

“Illat di balik (anjuran untuk bergeser sedikit) adalah memperbanyak tempat ibadah sebagaimana dikemukakan al-Bukhari dan al-Baghawi. Sebab tempat sujud kelak akan menjadi saksi baginya sebagaimana firman Allah: Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, (QS Az-Zalzalah [99]: 4). Maksudnya adalah bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat di atasnya.” (Asy-Syaukani, Nailul Awthar, Idarah At-Thiba’ah Al-Muniriyyah, juz III, hal. 241).

Selanjutnya bagaimana jika orang tersebut setelah shalat fardhu enggan bergeser sedikit untuk menjalankan shalat sunnah? Apa yang sebaiknya ia lakukan jika ingin menjalankan shalat sunnah? Sebaiknya ia memisahkan  antara shalat fardhu dan shalat sunnah dengan berbicara kepada orang lain.

فَإِنْ لم يَنْتَقِلْ إِلَى مَوْضِعٍ آخَرَ، فَيَنْبَغِي أَنْ يَفْصِلَ بَيْنَ الْفَرِيضَةَ وَالنَّافِلَةَ بِكَلَامِ إِنْسَانٍ

“Namun jika ia enggan berpindah atau bergeser ke tempat lain, maka sebaiknya ia memisah antara shalat fardhu dan nafilah dengan cara berbicara dengan orang lain.” (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz III, h 472).

Wallahu a’lam

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar