Rabu, 31 Agustus 2022

Ruku'

Pekerjaan selanjutnya adalah ruku'. Hukum ruku' adalah wajib karena termasuk rukun shalat. Selain sabda Nabi Saw yang memerintahkan ruku' ketika shalat, kewajiban ini juga didasarkan firman Allah Swt:

وَأَقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ - البقرة : ٤٣

"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (QS. al-Baqarah: 43).

Adapun cara turun untuk ruku' adalah sebagai berikut: setelah membaca surat, kemudian berhenti sejenak sekedar waktu yang diperlukan untuk membaca subhanallah, lalu turun untuk ruku' dengan mengangkat tangan dan mengucapkan takbir. Imam al-Ghazali menjelaskan:

وَلاَ تَصِلْ آخِرَ السُّوْرَةِ بِتَكْبِيْرِ الرُّكُوْعِ وَلَكِنِ افْصِلْ بَيْنَهُمَا بِمِقْدَارِ سُبْحَانَ اللهِ، ثُمَّ كَبِّرْ لِلرُّكُوْعِ وَارْفَعْ يَدَيْكَ كَمَا سَبَقَ وَمُدَّ التَّكْبِيْرَ اِلَى انْتِهَاءِ الرُّكُوْعِ - بداية الهداية : ٤٨    

"Janganlah engkau sambung akhir bacaan suratmu dengan takbir untuk ruku', tetapi pisahlah dengan sekedar (waktu yang dibutuhkan untuk membaca) bacaan subhanallah. Kemudian ucapkan takbir untuk ruku'. Angkatlah kedua tanganmu sebagaimana ketika takbiratul ihram. Ucapkan takbir itu sampai sempurna melakukan ruku'." (Bidayah al-Hidayah: 48).

Pada saat ruku', kedua telapak tangan diletakkan di atas kedua lutut. Jari-jarinya dibiarkan terpisah. Kedua lutut dipisahkan dan direnggangkan sekedar satu jengkal. Punggung, leher dan kepala diposisikan lurus atau rata laksana papan, sehingga kepala tidak lebih rendah dan tidak lebih tinggi.

وَأَكْمَلُهُ اَرْبَعَةُ اَشْيَاءَ، الأَوَّلُ تَسْوِيَةُ ظَهْرِهِ عُنُقَهُ وَرَأْسَهُ بِحَيْثُ تَصِيْرُ كَلَوْحٍ وَاحِدٍ مِنْ نُحَاسٍ لاَ اعْوِجَاجَ فِيْهِ. الثَّانِي نَصْبُ رُكْبَتَيْهِ. الثَّالِثُ قَبْضُهَا بِكَفَّيْهِ. الرَّابِعُ تَفْرِيْقُ أَصَابِعِهِ لِلْقِبْلَةِ تَفْرِيْقًا وَسَطًا - كاشفة السجا: ٥٤

"Ruku' yang paling sempurna adalah apabila memenuhi empat kriteria: (satu) meluruskan punggung dengan leher dan kepala, sehingga menjadi seperti satu papan dari tembaga yang tidak bengkok, (dua) menegakkan kedua lutut, (tiga) memegang kedua lutut dengan kedua tangan, (empat) meluruskan jari-jari dan merenggangkannya sedikit, sehingga bisa menghadap kiblat." (Kasyifah al-Saja: 54).

Bagi laki-laki kedua siku direnggangkan dari lambung, sementara wanita sebaliknya, kedua sikunya dirapatkan dengan kedua lambungnya. Pada saat ruku' wajib tuma'ninah, yakni berhenti sejenak untuk menyempurnakan ruku'. Ketika itu disunnahkan membaca tasbih sebanyak tiga kali.

وَيُسَنُّ أَنْ يَقُوْلَ فِيْهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ - كاشفة السجا : ٥٤

"Disunnahkan ketika ruku' membaca "Subhaana rabbiyal 'azhiimi wabihamdih" (Maha Suci Tuhanku, Yang Maha Agung dan dengan memuji kepada-Nya)." (Kasyifah al-Saja: 54).

Dasar dari bacaan ini adalah hadits Nabi Saw:

عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَكَانَ يَقُوْلُ فِيْ رُكُوْعِهِ، سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ. وَفِيْ سُجُوْدِهِ، سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى. وَمَا اَتَى عَلَى آيَةِ رَحْمَةٍ اِلاَّ وَقَفَ عِنْدَهَا فَسَأَلَ وَمَا اَتَى عَلَى آيَةِ عَذَابٍ اِلاَّ تَعَوَّذَ - رواه أحمد وابو داود والترمذي   

"Diriwayatkan dari Hudzaifah ra, beliau berkata, "Aku pernah shalat bersama Nabi Saw. Lalu beliau membaca "Subhaana rabbiyal 'azhiimi" dalam ruku'nya. Dan ketika sujud membaca "Subhaana rabbiyal a'la". Dan setiap beliau membaca ayat rahmat, beliau diam lalu berdoa (agar rahmat tersebut diberikan kepadanya), sedangkan ketika membaca ayat tentang siksa (azab) Allah Swt, beliau memohon perlindungan kepada Allah Swt." (Sunan Abi Dawud, Juz I, halaman 292 [871], Sunan al-Tirmidzi, Juz II, halaman 48 [262], Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz V, halaman 383 [23639]).

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ "فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ" قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِجْعَلُوْهَا فِيْ رُكُوْعِكُمْ. فَلَمَّا نَزَلََتْ "سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى" قَالَ اِجْعَلُوْهَا فِيْ سُجُوْدِكُمْ - رواه أحمد وابو داود وابن ماجه

"Dari 'Uqbah bin 'Amir ra, beliau berkata, "Ketika turun ayat "Bertasbihlah kamu kepada Tuhanmu Yang Maha Agung", Rasulullah Saw bersabda, "Jadikanlah bacaan itu dalam setiap ruku'mu." Manakala turun ayat "Bertasbihlah kepada Tuhanmu Yang Maha Tinggi", Rasulullah Saw kemudian bersabda, "Kerjakanlah perintah itu dalam setiap sujudmu." (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz IV, halaman 155 [17450], Sunan Ibn Majah, Juz I, halaman 287, Sunan Abi Dawud, Juz I, halaman 292 [869]).

Hadits ini tidak menyebutkan kata-kata wabihamdihi, namun tidak berarti membaca wabihamdihi adalah dilarang, sebab dalam hadits lain disebutkan:

عَنْ حُذَيْفَةَ: أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْلُ فِيْ رُكُوْعِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ثَلاَثًا وَفِيْ سُجُوْدِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلىَ وَبِحَمْدِهِ ثَلاَثًا - رواه ابو داود والدارقطني

"Dari Hudzaifah ra, sesungguhnya ketika Nabi Saw ruku', beliau mengucapkan "Subhaana rabbiyal 'azhiimi wabihamdihi" tiga kali. Dan pada saat sujud, mengucapkan "Subhaana rabbiyal a'la wabihamdihi" tiga kali." (Sunan al-Daruquthni, Juz I, halaman 341 [1308], Sunan Abi Dawud, Juz I, halaman 292 [870]).

Dari sini menjadi jelas, bahwa Nabi Saw juga menambah bacaan wabihamdihi dalam ruku' dan sujudnya. Ada yang mengatakan bahwa hadits ini tergolong dhaif karena ada salah seorang perawinya yang tidak dhabith (tidak kuat hafalannya), akan tetapi hadits ini diriwayatkan oleh lima orang sahabat, yaitu 'Uqbah bin 'Amir, Ibn Mas'ud, Hudzaifah, Abu Malik al-Asy'ari dan Abu  Juhaifah. Atas dasar ini, al-Syaukani mengatakan bahwa berbagai riwayat tersebut dapat menutupi ke-dhaif-an hadits ini. Dalam kitab Nail al-Awthar karangan beliau disebutkan:

هَذِهِ الطُّرُوْقُ تَتَعَاضَدُ فَيُرَدُّ بِهَا هَذَا اْلإِنْكَارُ - نيل الأوطار : ٢٠٦

"Beberapa jalan (periwayatan hadits) ini bisa saling mendukung (satu dengan yang lainnya). Maka, pengingkaran (terhadap hadits dhaif) ini bisa tertolak dengan beberapa jalan tersebut." (Nail al-Awthar, Juz II, halaman 206).

Jadi, meskipun hadits yang menerangkan bacaan wabihamdihi dalam ruku' dan sujud dinyatakan dhaif, namun karena diriwayatkan oleh beberapa perawi, maka hadits itu bisa menjadi kuat, dan statusnya naik menjadi hasan lighairih, sehingga bisa dijadikan hujjah (pijakan hukum). Hal ini juga didukung oleh firman Allah Swt:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا - النصر : ٣

"Maka bertasbihlah kamu dengan memuji kepada Tuhanmu dan minta ampunlah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat." (QS. al-Nashr: 3).

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar