Rabu, 12 April 2023

Zakat Fitrah (Bagian Pertama)

A. Syarat Wajib Zakat Fitrah

1. Islam (Laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, orangtua, budak maupun merdeka).

2. Mempunyai kelebihan makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya. Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya. Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.

3. Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).

Keterangan:

Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan. Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak wajib dijual guna mengeluarkan zakat.

B. Jenis dan Kadar Zakat Fitrah

1. Berupa bahan makanan pokok daerah tersebut (bukan uang).

2. Sejenis. Tidak boleh campuran.

3. Jumlahnya mencapai satu sha untuk setiap orang. ( 1 sha’ = 4 mud = kurang lebih 3 Kilogram).

4. Diberikan di tempat orang yang dizakati.

Misalnya, seorang ayah yang berada di Surabaya dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di Kediri dengan makanan pokok jagung. Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah jagung dan diberikan pada faqir miskin di Kediri.

C. Waktu mengeluarkan zakat fitrah

Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :

1. Waktu wajib : Yaitu, ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh sebab itu orang yang meninggal setelah maghrib malam 1 Syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghrib malam 1 Syawwal tidak wajib dizakati.

2. Waktu jawaz : Yaitu, sejak awal bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.

3. Waktu fadhilah : Yaitu, setelah terbit fajar dan sebelum shalat hari raya.

4. Waktu makruh : Yaitu, setelah shalat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur, seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.

5. Waktu haram : Yaitu, setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal, kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada di tempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qadha’.

D. Syarat Sahnya Zakat :

1. Niat.

Harus niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak atau antara memisahkan dan memberikan.

- Niat zakat untuk diri sendiri :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي

" Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku...”

Jika niat zakat fitrah atas nama orang lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :

a. Jika orang lain yang dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat fitrahnya, seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang tidak mampu dan seterusnya, maka yang melakukan niat adalah orang yang mengeluarkan zakat tanpa harus minta izin dari orang yang dizakati. Namun boleh juga makanan yang akan digunakan zakat diserahkan oleh pemilik kepada orang-orang tersebut supaya diniati sendiri-sendiri.

b. Jika mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti orang tua yang mampu, anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang sedang belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman atau orang lain yang tidak ada hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat izin dari orang-orang tersebut. Tanpa izin dari mereka, maka zakat yang dikeluarkan hukumnya tidak sah.

- Niat atas nama anaknya yang masih kecil :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي الصَّغِيْرِ

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”

- Niat atas nama ayahnya :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ اَبِي

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”

- Niat atas nama ibunya :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنء اُمِّي

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”

- Niat atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي اْلكَبِيْرِ

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”

2. Dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.

Orang-orang yang berhak menerima zakat :

Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat dalam Al-Quran Allah Swt berfirman :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.

a. Faqir

Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai harta atau pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp 200.000 (tidak mencapai separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta dan pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak.

Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :

1.Tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali.

2.Mempunyai harta, namun tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.

3.Mempunyai harta dan pekerjaan, harta saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut termasuk faqir sehingga berhak dan boleh menerima zakat.

4.Tidak mempunyai harta dan mempunyai pekerjaan, namun tidak layak baginya. Seperti pekerjaan yang bisa merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.

b. Miskin.

Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp 400.000 (mencapai separuh yang dibutuhkan).

c. Amil.

Amil zakat yaitu orang-orang yang diangkat oleh imam atau pemerintah untuk menarik zakat kepada orang yang berhak menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau negara. Amil zakat meliputi bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan alias memakai standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas kerjaannya masing-masing).

Syarat-syarat amil zakat :

1.Islam

2.Laki-laki

3.Merdeka

4.Mukallaf

5.Adil

6.Bisa melihat

7.Bisa mendengar

8.Mengerti masalah zakat (faqih / menguasai)

d. Muallaf.

Secara harfiyah, muallaf qulubuhum adalah orang-orang yang dibujuk hatinya. Sedangkan orang-orang yang termasuk muallaf, yang nota bene berhak menerima zakat adalah :

1. Orang yang baru masuk Islam dan iman (niat)-nya masih lemah.

2. Orang yang baru masuk Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan di kalangan kaumnya. Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk Islam.

3. Orang Islam yang melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang kafir.

4. Orang Islam yang membela kepentingan kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang dari golongan anti zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.

Semua orang yang tergolong muallaf di atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangkan membujuk non muslim dengan menggunakan harta zakat itu tidak boleh.

e. Budak mukatab.

Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya untuk membantu melunasi tanggungan dari budak mukatab.

f. Ghorim (orang yang berhutang).

Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :

1. Orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.

2. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.

3. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah, jembatan dan lain-lain.

4.Orang yang berhutang untuk menanggung hutangnya orang lain.

g. Sabilillah.

Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Sabilillah berhak menerima zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat. Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa) bukan pemilik zakat.

Keterangan :

Di kalangan ulama terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah. Ada pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi sukarelawan untuk berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji, dan inilah pendapat mayoritas para ulama (pendapat yang kuat). Sebagian ulama mengatakan bahwa fii sabilillah adalah semua aktifitas yang menyangkut kebaikan untuk Allah sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qaffal, seperti untuk sarana-sarana pendidikan dan peribadatan Islam. Dan pendapat ini adalah lemah.

h. Ibnu Sabil (musafir).

Ibnu sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat dengan syarat :

1. Bukan bepergian untuk maksiat

2. Membutuhkan biaya atau kekurangan biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang ia tuju.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar