Rabu, 16 November 2022

Mengikuti Imam

Makmum adalah orang yang ikut kepada imam. Oleh karena itu hendaklah ia mengikuti semua gerakan imam. Di dalam hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ وَأَقِيمُوا الصَّفَّ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ إِقَامَةَ الصَّفِّ مِنْ حُسْنِ الصَّلَاةِ

“Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Dijadikannya imam adalah untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihnya. Jika ia ruku’ maka ruku’lah kalian, jika ia mengucapkan 'sami'allahu liman hamidah' maka ucapkanlah, 'rabbana lakal hamdu'. Jika ia sujud maka sujudlah kalian, jika ia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian semuanya dengan duduk, dan luruskanlah shaf, karena lurusnya shaf merupakan bagian dari baiknya shalat." (HR al-Bukhari).

Konsekuensi dari kewajiban ini adalah seorang makmum tidak boleh mendahului, bersamaan atau bahkan tertinggal dari imam. Setelah imam sempurna dalam posisi ruku’nya, barulah makmum mengikuti ruku’ pula. Begitu juga setelah imam sempurna dalam posisi sujudnya, segeralah makmum sujud. Hal yang sama dilakukan pada rukun shalat yang lain. Imam al-Ghazali mengatakan:

وَلاَ يَنْبَغِي لِلْمَأْمُوْمِ أَنْ يَتَقَدَّمَ عَلَى اْلإِمَامِ فِيْ أَفْعَالِهِ أَوْ يُسَاوِيْهِ، بَلْ يَنْبَغِيْ أَنْ يَتَأَخَّرَ عَنْهُ، وَلاَ يَهْوِي لِلرُّكُوْعِ إِلاَّ إِذَا انْتَهَى اْلإِمَامُ إِلَى حَدِّ الرُّكُوْعِ، وَلاَ يَهْوِى لِلسُّجُوْدِ مَا لَمْ تَصِلْ جَبْهَةُ اْلاِمَامِ إِلَى اْلاَرْضِ

“Tidak pantas bagi seorang makmum untuk mendahului atau bersamaan dengan gerakan imam. Tetapi sepatutnya ia mengakhirkan dari gerakan imam. Ia tidak turun untuk ruku’ selama imam belum sampai pada batas ruku’, dan tidak turun untuk sujud selama dahi imam belum sampai ke tanah.” (Bidayah al-Hidayah, halaman 53).

Khusus pada takbiratul ihram, anjuran ini semakin dipertegas. Tidak sah shalat seorang makmum yang melakukan takbiratul ihram sebelum imam atau pada saat imam masih melakukan takbiratul ihram. Sebaliknya ada keutamaan (fadhilah) yang sangat besar untuk makmum yang segera melakukan takbiratul ihram setelah imam melakukannya. Dalam arti ia segera bertakbir dan tidak melakukan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan shalat pada saat imam melakukan takbiratul ihram. Dalam hadits disebutkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ

“Dari Anas bin Malik ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa shalat berjama’ah selama empat puluh hari dengan mendapatkan takbir pertama ikhlas karena Allah, maka akan dicatat baginya terbebas dari dua hal: terbebas dari api neraka dan terbebas dari sifat munafik.” (HR al-Tirmidzi).

Ikut di sini juga bisa berarti bahwa kapanpun seorang memutuskan untuk berjama’ah dengan seseorang, maka ia wajib mengikuti gerakan yang saat itu dilaksanakan imam. Misalnya, ketika seorang yang mulai berjama’ah pada saat imam sedang sujud, maka setelah takbiratul ihram ia segera sujud, tanpa harus membaca surat al-Fatihah.

Makmum semacam ini disebut dengan makmum masbuq. Yakni makmum yang tidak membaca al-Fatihah bersama imam. Di dalam I’anah disebutkan:

وَهُوَ مَنْ لَمْ يُدْرِكْ زَمَنًا يَسَعُ الْفَاتِحَةَ مَعَ الْإِمَامِ

“Yang dimaksud masbuq adalah seorang makmum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk membaca surat al-Fatihah bersama imam.” (I’anah al-Thalibin, juz 5, halaman 15).

Dalam hal ini ia dianggap telah mengerjakan satu rakaat bersama imam jika ia bisa melaksanakan rukuk bersama imam secara sempurna.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar