Selasa, 07 Maret 2023

Puasa Setelah Pertengahan Sya'ban Dilarang?

Hari ini kita telah memasuki tanggal 15 Sya’ban. Kita tahu dari banyak hadits bahwa Rasulullah Saw itu memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Pada bulan ini terdapat banyak keutamaan dan berbagai macam peristiwa penting. Lalu, bagaimana hukum puasa setelah pertengahan (nishfu) Sya’ban? Masihkah disunnahkan untuk puasa atau justru menjadi terlarang? Berikut akan kami sampaikan keterangan yang dapat digunakan sebagai panduan. 

 

Terkait masalah ini terdapat riwayat dari Nabi Saw yang menyebutkan:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَقِيَ نِصْفٌ مِنْ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا

 

Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Jika telah masuk pada pertengahan bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (HR Tirmidzi)

Dalam memahami isi hadits ini, para ulama berbeda pendapat, karena ada satu hadits yang melarang puasa setelah nishfu Sya’ban, dan dalam riwayat Imam al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadhan.

Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan sebagai berikut: 

قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد

“Ulama madzhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nishfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahr, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadha, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nishfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nishfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadits: Apabila telah melewati nishfu Sya’ban janganlah kalian puasa. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama madzhab Hanbali dan selainnya, karena menurut Imam Ahmad dhaif. 

Ulama melarang puasa setelah nishfu Sya’ban dikarenakan pada hari itu dianggap sebagai hari syak (ragu), karena sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Dikhawatirkan orang yang puasa setelah nishfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadhan. Ada juga ulama yang mengatakan, puasa setelah nishfu Sya’ban dilarang agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadhan.

Namun demikian, ulama dari madzhab Syafi’i tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa Senin dan Kamis, puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahr. 

Sementara menurut ulama lain, khususnya selain madzhab Syafii, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi haditsnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nishfu Sya’ban selama ia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan. 

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menyatakan: 

 وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر 

Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nishfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadits larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadits tersebut munkar. 

Kesimpulan

Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat terkait hukum puasa sunnah setelah nishfu Sya’ban, karena mereka berbeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadits larangan puasa setelah nishfu Sya’ban di atas. Akan tetapi, di sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa Senin Kamis, puasa Daud, puasa dahr, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadha puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa nishfu Sya’ban.

Wallahu a’lam.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar