وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ أَمْوَاتًا، بَلْ أَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
“Dan
jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapatkan rezeki.” (QS.
Ali Imran: 169)
وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ اَمْوَاتٌ، بَلْ اَحْيَآءٌ وَلٰكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ
“Dan
janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka)
telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tapi kamu tidak menyadarinya.” (QS.
Al-Baqarah: 154)
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَتَى الْمَقْبَرَةَ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ وَاِنَّا اِنْشَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَ حِكُوْنَ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berziarah ke kubur seraya berdoa: ‘Keselamatan bagi kalian penghuni rumah yang mukmin dan insya Allah kami akan menyusulmu kemudian’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Penjelasan
Syekh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah:
وَقَدْ شَرَّعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأُمَّتِهِ إِذَا سَلَّمُوْا عَلَى أَهْلِ الْقُبُوْرِ أَنْ يُسَلِّمُوْا
عَلَيْهِمْ سَلاَمَ مَنْ يُخَاطِبُوْنَهُ، فَيَقُوْلُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ
قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ، وَهَذَا خِطَابٌ لِمَنْ يَسْمَعُ وَيَعْقِلُ، وَلَوْلاَ ذَلِكَ
لَكَانَ هَذَا الْخِطَابُ بِمَنْزِلَةِ خِطَابِ الْمَعْدُوْمِ وَالْجَمَادِ، وَالسَّلَفُ
مُجْمِعُوْنَ عَلَى هَذَا، وَقَدْ تَوَاتَرَتْ اْلآثَارُ بِأَنَّ الْمَيِّتَ يَعْرِفُ
زِيَارَةَ الْحَيِّ لَهُ وَيَسْتَبْشِرُبِهِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menetapkan kepada umatnya, apabila mereka mengucapkan salam kepada
ahli kubur agar mengucapkannya seperti layaknya salam yang diucapkan kepada
orang hidup yang ada di hadapannya, yakni assalamu ‘alaikum daara qaumin
mu’miniin, dan ini berarti berbicara kepada orang yang mendengar dan
berakal. Andaikan tidak demikian, niscaya khitab ini sama dengan
berbicara kepada sesuatu yang tidak ada atau tidak berjiwa. Ulama salaf telah
sepakat tentang hal ini, dalil-dalil atsar telah mutawatir dari
mereka bahwa mayit mengetahui ziarah (kunjungan) orang yang hidup dan merasa
senang dengannya.” (Al-Ruh, hal. 24)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا وُضِعَتْ
الْجِنَازَةُ فَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ، فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً
قَالَتْ قَدِّمُونِي قَدِّمُونِي، وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ يَا وَيْلَهَا
أَيْنَ يَذْهَبُونَ بِهَا، يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْإِنْسَانَ وَلَوْ
سَمِعَهَا الْإِنْسَانُ لَصَعِقَ
“Dari Abu Sa'id Al-Khudriy
radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jika jenazah diletakkan lalu dibawa oleh para pemandu di atas pundak mereka,
maka jika jenazah tersebut termasuk orang shalih (semasa hidupnya) maka dia
akan berkata: "Bersegeralah kalian, bersegeralah kalian (membawa aku). Dan
jika ia bukan dari kalangan orang shalih, maka dia akan berkata: "Celaka,
ke mana mereka akan membawanya? Suara jenazah itu didengar oleh setiap makhluk
kecuali manusia, dan seandainya ada manusia yang mendengarnya tentu dia akan
jatuh pingsan." (HR Bukhari)
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ
وَالْمُؤْمِنُوْنَ
“Dan katakanlah, “Bekerjalah
kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu...” (QS.
At-Taubah: 105)
Al-Hafizh Ibnu Katsir saat
menjelaskan ayat di atas berkata:
ان اعمال الأحياء تُعْرَضُ عَلَى اْلأَمْوَاتِ مِنَ
ْالأَقْرِبَاءِ وَالْعَشَائِرِ فِي الْبَرْزَخ، كَمَا قاَلَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِي:
حدثنا الصِّلْت بنْ دِيْنَار عَنِ الْحَسَن عَنْ جَابِر بن عَبْدِ الله قال: قال رسول
الله عليه وسلم: اِنَّ اَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى اَقْرِبَائِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ
فِي قُبُوْرِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اِسْتَبْشَرُوْا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ
ذَلِكَ قَالُوْا: اَللَّهُمَّ الْهِمْهُمْ اَنْ يَعْمَلُوْا بِطَاعَتِكَ
“Telah
disebutkan bahwa amal orang-orang yang masih hidup ditampilkan kepada kaum
kerabat dan kabilahnya yang telah mati di alam barzakh. Seperti apa yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi, bahwa telah menceritakan kepada kami
Ash-Shilt bin Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir bin Abdullah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Sesungguhnya
amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian di alam
kubur mereka. Jika amal perbuatan kalian itu baik, maka mereka merasa gembira
dengannya; dan jika amal perbuatan kalian itu sebaliknya, maka mereka berdoa,
“Ya Allah, berilah mereka ilham (kekuatan) untuk melakukan ketaatan kepada-Mu.”
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الأَنْبِيَاءُ
أَحْيَآءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْانَ
“Para
nabi itu hidup di dalam kubur mereka dan menunaikan shalat.” (HR Abu Ya’la,
Al-Baihaqi dalam Hayat Al-Anbiya[ hal. 3], dan beliau menilainya shahih,
Al-Bazzar dalam Al-Musnad [233 dan 256], Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq [4/285],
Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil [9/2], Abu Nu’aim dalam Dzikr Akhbar
Ashbihan [2/39], dan lain-lain. Hadits ini juga dinilai shahih oleh
Al-Hafizh Al-Munawi)
عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ،
فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَفِيْهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ، وَفِيهِ
الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيْهِ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ
عَلَيَّ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ
أَرَمْتَ - أَيْ يَقُولُونَ قَدْ بَلِيتَ - قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ
عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ السَّلَام
Dari Aus bin Aus, dari Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Hari kalian yang paling
utama adalah hari Jum’at -karena- pada hari itu Nabi Adam dicipta, pada hari
itu beliau diwafatkan, pada hari itu ditiupnya terompet (menjelang kiamat), dan
pada hari itu (terjadi) huru-hara. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada
hari itu -karena- shalawat kalian disampaikan kepadaku." Mereka (para
sahabat) berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami bisa
disampaikan kepadamu, sedangkan engkau telah meninggal? -atau mereka berkata,
"Telah hancur (tulangnya) " Beliau lalu berkata: "Allah ‘Azza wa
Jalla mengharamkan tanah untuk memakan jasad para Nabi 'Alaihimus Salam."
(HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi; dan dinyatakan shahih oleh
Syaikh Ibnul Qayyim dalam Jala’ al-Afham [hal. 47])
أَخْرَجَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيْهِ
الْمُؤْمِنِ - كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا - فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ عَرَفَهُ
وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
“Ibnu
Abdilbarr meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak seorang pun yang lewat bertemu dengan
kuburan saudaranya seiman –yang pernah mengenalnya ketika di dunia-, lalu
mengucapkan salam kepadanya, kecuali ia akan mengenalnya dan membalas
salamnya.” Hadits ini dinilai shahih oleh Abdulhaqq. Dalam bab ini ada
riwayat pula dari Abu Hurairah dan ‘Aisyah. Hadits ini disebutkan oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Ahkam Tamanni al-Maut, hal. 46.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: مَنْ صَلَّى عَلَيَّ عِنْدَ قَبْرِيْ سَمِعْتُهُ، وَمَنْ صَلَّى
عَلَيَّ مِنْ بَعِيْدٍ أُعْلِمْتُهُ
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca shalawat kepadaku di sisi makamku,
maka aku dapat mendengarnya. Dan barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku
dari tempat yang jauh, maka aku akan diberitahu.”
عَنْ أَبِيْ قَتَدَةَ مَرْفُوْعًا: إِذَا وَلِيَ
أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ، فَإِنَّهُمْ يَتَزَاوَرُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ.
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا بِسَنَدٍ لاَ بَأْسَ بِهِ عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ:
أَنَّ رَجُلاً تُوُفِّيَ امْرَأَتُهُ، فَرَأَى نِسَاءً فِي الْمَنَامِ، وَلَمْ يَرَ
امْرَأَتَهُ مَعَهُنَّ، فَسَأَلَهُنَّ عَنْهَا، فَقُلْنَ: إِنَّكُمْ قَصَّرْتُمْ فِيْ
كَفَنِهَا، فَهِيَ تَسْتَحْيِيْ تَخْرُجُ مَعَنَا، فَأَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْبَرَهُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
اُنْظُرْ هَلْ إِلَى ثِقَةٍ مِنْ سَبِيْلٍ؟ فَأَتَى رَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ قَدْ
حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ، فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ اْلأَنْصَارِيُّ: إِنْ كَانَ أَحَدٌ
يُبَلِّغُ الْمَوْتَى بَلَّغْتُ. فَتُوُفِّيَ اْلأَنْصَارِيُّ، فَجَاءَ بِثَوْبَيْنِ
مُزَوَّدَيْنِ بِالزَّعْفَرَانِ، فَجَعَلَهُمَا فِيْ كَفَنِ اْلأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا
كَانَ الَّيْلُ رَأَى النِّسْوَةَ، وَمَعَهُنَّ امْرَأَتُهُ، وَعَلَيْهَا الثَّوْبَانِ
اْلأَصْفَرَانِ
“Dari
Abu Qatadah secara marfu’: “Apabila salah seorang kamu diserahi (tugas)
mengurus jenazah saudaranya, maka berilah kafan yang bagus. Karena sesungguhnya
mereka akan saling mengunjungi di alam kubur mereka.” (Hadits ini diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Muhammad bin Yahya Al-Hamadani dalam Shahih-nya).
Ibnu Abiddun-ya meriwayatkan dengan sanad la ba’sa bih, dari Rasyid bin
Sa’ad, berkata: “Ada seorang laki-laki yang istrinya meninggal dunia. Malam
harinya ia bermimpi melihat banyak perempuan yang sudah meninggal dunia, kecuali
istrinya yang tidak ada bersama mereka. Lalu ia bertanya kepada mereka tentang
istrinya yang tidak tampak bersama mereka. Mereka menjawab: “Kalian telah
memberinya kafan yang kurang bagus sehingga ia malu untuk keluar bersama kami.”
Lalu laki-laki tersebut datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakan tentang istrinya yang meninggal dunia serta mimpi yang dialaminya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Coba lihat, apakah ada orang yang
dipercaya untuk menyampaikannya?” Lalu laki-laki itu mendatangi seorang lelaki
Anshar yang sedang menghadapi detik-detik kematian dan menyampaikan
keinginannya untuk menitipkan kain kafan kepada istrinya nanti kalau ia sudah
meninggal dunia. Lelaki Anshar itu menjawab: “Kalau memang orang yang sudah
meninggal dunia dapat menyampaikan titipan kepada orang (lain) yang juga sudah
meninggal dunia, tentu titipanmu akan aku sampaikan.” Lalu lelaki Anshar itu
pun meninggal dunia. Kemudian laki-laki tadi datang membawa dua kain kafan yang
dilengkapi dengan za’faran (cat pewarna kuning) dan kemudian
diletakkannya di dalam kafan lelaki Anshar yang baru meninggal dunia itu. Malam
harinya, laki-laki tersebut bermimpi melihat perempuan-perempuan yang sudah
meninggal dunia, dan istrinya juga tampak bersama mereka dengan mengenakan dua
buah kafan berwarna kuning.” (Dua hadits ini disebutkan oleh Syekh Muhammad bin
Abdul Wahhab An-Najdi dalam kitabnya Ahkam Tamanni Al-Maut, hal. 41-42).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar