Minggu, 18 Desember 2022

Berdoa Setelah Shalat Tidak Ada Dalilnya?

Rasulullah Saw ditanya tentang waktu mustajab berdoa, beliau menjawab:

جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ

“Doa di tengah malam terakhir dan akhir shalat wajib.” (HR Tirmidzi)

Perbedaan pendapat tentang makna duburash shalawat di tengah para ulama. Ada dua pendapat tentang hal ini.

1. Di penghujung shalat, sebelum salam. Ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibnu Taimiyah dan muridnya, Syaikh Ibnul Qayyim Jauziyah, dan ulama Saudi seperti Syaikh Utsaimin.

Syaikh Ibnul Qayyim berkata:

وَأَوْصَى مُعَاذًا أَنْ يَقُولَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ «اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ». وَدُبُرُ الصَّلَاةِ يَحْتَمِلُ قَبْلَ السَّلَامِ وَبَعْدَهُ، وَكَانَ شَيْخُنَا يُرَجِّحُ أَنْ يَكُونَ قَبْلَ السَّلَامِ، فَرَاجَعْتُهُ فِيهِ، فَقَالَ: دُبُرُ كُلِّ شَيْءٍ مِنْهُ، كَدُبُرِ الْحَيَوَانِ

Beliau Saw berpesan kepada Mu’adz untuk mengucapkan di dalam “dubur” setiap shalat, “Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan beribadah yang baik kepada-Mu.” “Dubur” shalat boleh jadi bermakna sebelum salam atau setelahnya. Guru kami menilai kuat bahwa “dubur shalat” adalah sebelum salam, maka aku mengonfirmasikannya kepada beliau, lalu beliau berkata, ‘Dubur segala sesuatu adalah bagian darinya, seperti halnya dubur hewan (adalah bagian dari hewan)”.

Syaikh Utsaimin berkata:

وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِأَدْبِارِ الصَّلَوَاتِ هِيَ مَا بَعْدَ السَّلَامِ، لِأَنَّ مَا بَعْدَ السَّلَامِ فِي الصَّلَوَاتِ هُوَ لَيْسَ مَحَلَّ دُعَاءٍ، إِنَّمَا هُوَ مَحَلُّ ذِكْرٍ...  وَلَكِنَّ الْمُرَادَ بِأَدْبَارِ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ أَوَاخِرُهَا

Yang dikehendaki dengan “dubur shalat” bukanlah setelah salam, karena setelah salam shalat bukanlah tempat berdoa, melainkan tempatnya berzikir. Sehingga yang dimaksud “dubur shalat wajib” adalah akhir shalat.

2. Disyariatkan berdoa setelah shalat.

Imam Bukhari menulis sebuah bab dalam Shahih-nya باب الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلاَةِ . Beliau meriwayatkan doa yang dibaca seusai shalat.

 

تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا

 

Yaitu kalian bertasbih seusai shalat sebanyak sepuluh kali, bertahmid sebanyak sepuluh kali, dan  bertakbir sebanyak sepuluh kali. (HR. Bukhari). Di sini Imam Bukhari mengartikan kata ‘dubur’ sebagai setelah shalat. 

 

اَنَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَضَى الصَّلاَةَ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُـمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Ketika Rasulullah Saw selesai shalat, beliau berdoa, “Tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dia yang mempunyai kekuasaan dan segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tiada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan dan tiada yang bisa memberi apa yang Engkau halangi. Tidaklah bermanfaat kekayaan dan harta benda dari-Mu bagi pemiliknya.” (HR Nasa’i, Muslim dan Bukhari).

Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani berkata:

وَفَهِمَ كَثِيرٌ مِمَّنْ لَقِينَاهُ مِنَ الْحَنَابِلَة، أَنَّ مُرَادَ بْنِ الْقَيِّمِ نَفْيُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ مُطْلَقًا، وَلَيْسَ كَذَلِكَ، فَإِنَّ حَاصِلَ كَلَامِهِ أَنَّهُ نَفَاهُ بِقَيْدِ اسْتِمْرَارِ اسْتِقْبَالِ الْمُصَلِّي الْقِبْلَةَ وَإِيرَادِهِ بَعْدَ السَّلَامِ، وَأَمَّا إِذَا انْتَقَلَ بِوَجْهِهِ، أَوْ قَدَّمَ الْأَذْكَارَ الْمَشْرُوعَةَ فَلَا يَمْتَنِعُ عِنْدَهُ الْإِتْيَانُ بِالدُّعَاءِ حِينَئِذٍ

Banyak orang yang kami temui dari madzhab Hanbali memahami bahwa yang dikehendaki oleh Ibnu Al-Qayyim adalah meniadakan doa setelah shalat secara mutlak, padahal tidak demikian. Sesungguhnya kesimpulan ucapannya bahwa ia meniadakan doa dengan catatan orang yang shalat masih menghadap kiblat dan membacanya setelah salam. Adapun jika orang yang shalat telah berpindah (menghadap) dengan wajahnya atau ia mendahulukan dzikir-dzikir yang disyariatkan, maka tidak terlarang menurutnya (Ibnu Al-Qayyim) melakukan doa ketika itu.

Bahkan dari kalangan Hanabilah sendiri, yakni Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata:

وَاسْتَحَبَّ أَيْضاً أَصْحَابُنَا وَأَصْحَابُ الشَّافِعِيِّ الدُّعَاءَ عَقِبَ الصَّلَوَاتِ

Ashhab (ulama-ulama) kami dan ulama-ulama madzhab Syafi’i juga menyunnahkan berdoa setelah shalat.

Imam Syafi’i pun berkata:

وَأَسْتَحِبُّ لِلْمُصَلَّى مُنْفَرِدًا وَلِلْمَأْمُومِ أَنْ يُطِيلَ الذِّكْرَ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَيُكْثِرَ الدُّعَاءَ رَجَاءَ الْإِجَابَةِ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ

Disunnahkan bagi orang yang shalat sendirian dan makmum untuk memanjangkan dzikir setelah shalat dan memperbanyak doa karena mengharapkan terkabul setelah shalat wajib.

Demikianlah. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar