Rabu, 26 Agustus 2015

Cermin Anak

Suatu hari, di sebuah sekolah diadakan pementasan drama yang meriah, dengan pemain yang seluruhnya merupakan siswa di sekolah tersebut. Setiap anak mendapatkan peran. Mereka mengenakan kostum sesuai dengan tokoh yang mereka perankan. Semuanya antusias, karena akan ada hadiah untuk siswa yang penampilannya paling bagus. Para orangtua siswa turut hadir menyemarakkan acara tersebut.

Pementasan drama berjalan sempurna. Semua siswa tampil maksimal. Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya. Ada pula yang menjadi nelayan, dengan jala yang disampirkan di bahu. Di sudut sana, tampak pula seorang anak dengan raut wajah ketus, karena ia mendapat peran sebagai pak tua yang pemarah. Sementara di sudut lain, ada seorang anak dengan wajah sedih, layaknya pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para orangtua dan guru kerap terdengar di sisi kiri dan kanan panggung.


Di akhir acara, seorang guru mengumumkan siswa dengan penampilan terbaik, dan berhak menerima hadiah yang sudah disiapkan. Para siswa tampak gugup. Mereka berharap menjadi yang terbaik dalam drama yang baru saja dipentaskan. Para orangtua yang hadir juga berharap agar anak mereka menjadi yang terbaik.

Seorang guru menaiki panggung. Setelah memberikan beberapa kata pengantar, ia menyebutkan sebuah nama. Ternyata, siswa yang berperan sebagai pak tua pemarah yang menjadi pemenang. Dengan wajah berbinar, siswa tersebut maju menerima hadiah. Sambil berjalan ia berteriak, "Aku juara...! Aku juara...!" Ayahnya pun turut maju mendampingi sang anak. Raut wajah kebahagiaan dan perasaan bangga tergambar pada diri sang ayah. Tepuk tangan membahana di seluruh ruangan.

Sebelum menyerahkan hadiah, guru tersebut berkata kepada siswa yang mendapat penghargaan itu, "Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas mendapatkannya. Peranmu sebagai seorang pemarah bagus sekali. Kamu sangat menghayati peran itu. Apa rahasianya sehingga kamu bisa sebagus itu? Kamu pasti rajin mengikutu latihan, tak heran jika kamu terpilih." 

Siswa itu menjawab, "Pak Guru, terima kasih atas hadiahnya. Sebenarnya, saya harus menyampaikan terima kasih kepada ayah saya. Karena beliau, saya bisa menghayati peran sebagai orangtua yang pemarah. Dari ayah, saya belajar melakukannya. Ayah selalu berteriak jika memanggil saya dan sering memperlihatkan sikap marah di hadapan saya. Dari situlah, sayah meniru perilaku ayah yang suka berteriak-teriak dan marah-marah. Maka, bagi saya, bukanlah hal yang sulit untuk menjadi seorang pemarah seperti yang dilakukan ayah terhadap saya."

Ayahnya mulai tercenung. Anak itu kembali melanjutkan,"Ayah membesarkan saya dengan cara seperti ini. Jadi, peran ini merupakan peran yang mudah saya lakukan."

Pesan Inspiratif:

Jika anak kita berperilaku dan bertutur sapa dengan sangat bijak, maka berbahagialah, karena itu merupakan cerminan dari yang kita berikan kepada mereka. Sebaliknya, jika anak kita bersikap kasar dan tidak terpuji, jangan segera marah dan menjatuhkan hukuman kepadanya. Bisa jadi, semua perilakunya merupakan cerminan dari perbuatan kita sendiri. 

Anak akan selalu bercermin kepada kita, maka hamparkan cermin yang baik, bersih dan terarah kepadanya. Agar ia juga memperlihatkan perilaku dan tutur sapa yang baik, bersih, dan penuh dengan nilai-nilai kesopanan.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar