Sabtu, 15 Agustus 2015

Memahami Makna Hadits "Semua Bid'ah adalah Sesat"

Sebelum uraian perihal makna hadits "semua bid'ah adalah sesat" disampaikan, sebaiknya kita simak terlebih dahulu bunyi hadits tersebut.

عن عبد الله بن مسعود، ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال الا واياكم ومحدثات الامور فان شر الامور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة

"Dari Abdullah bin Mas'ud ra, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ingatlah, berhati-hatilah kalian, jangan sampai membuat hal-hal yang baru. Karena perkara yang paling jelek adalah membuat-buat hal baru dalam masalah agama. Dan setiap perbuatan baru yang dibuat itu adalah bid'ah. Dan sesungguhnya semua bid'ah adalah sesat." (HR Ibnu Majah)

Dalam menjelaskan makna hadits di atas, para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) berpendapat bahwa "semua bid'ah adalah sesat", merupakan kata-kata umum yang jangkauannya harus dibatasi ('ammun makhshush). Imam Nawawi berkata tentag hadits ini:


قوله صلى الله عليه وسلم وكل بدعة ضلالة هذا عام مخصوص والمراد غالب البداع

"Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 'semua bid'ah adalah sesat', adalah kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Maksud 'semua bid'ah adalah sesat', adalah sebagian besar bid'ah adalah sesat, bukan seluruhnya." (Syarh Shahih Muslim, 6/154) 

Lalu, bagaimana dengan kata 'kullu' yang dipergunakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas? Bukankah secara tekstual kata 'kullu' bermakna seluruh atau semua? 

Selintas memang demikian. Namun perlu diketahui bahwa tidak selamanya kata 'kullu' berarti semua atau seluruh. Ada kalanya 'kullu' berarti sebagian. Simaklah beberapa contoh berikut ini:

Di dalam al Qur'an Allah Ta'ala berfirman:

وجعلنا من الماء كل شيء حي

"Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup..." (QS. al Anbiya: 30)

Coba perhatikan ayat di atas. Di dalamnya Allah menggunakan kata 'kullu', namun tidak berarti semua benda yang ada di dunia ini diciptakan dari air. Salah satu buktinya adalah firman Allah Ta'ala:

وخلق الجان من مارج من نار

"Dan Dia menciptakan jin dari nyala api." (QS. al Rahman: 15)

Contoh lainnya adalah firman Allah:

وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة غصبا

"Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." (QS. al Kahfi: 79)

Pada ayat ini Allah Ta'ala menggunakan kata 'kullu' untuk menjelaskan peristiwa yang dialami Nabi Musa dan Nabi Khidir. Kalau kita membaca ayat ini secara utuh di dalam al-Qur'an akan kita peroleh informasi tentang kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang sedang berhadapan dengan seorang raja yang zalim yang suka merampas perahu-perahu bagus yang dilihatnya. Raja itu hanya mengambil perahu-perahu yang masih bagus, dan membiarkan perahu-perahu yang sudah terlihat jelek.

Meskipun di dalam ini digunakan kata 'kullu' namun ternyata raja zalim itu tidak mengambil semua perahu. Hanya yang masih bagus saja yang diambil olehnya. Hal ini memperlihatkan bahwa 'kullu' pada ayat itu tidak bisa diartikan keseluruhan, namun yang tepat adalah sebagian saja.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kata 'kullu' pada hadits tentang bid'ah tersebut tidak bisa diartikan sebagai keseluruhan. Walaupun menggunakan kata 'kullu', bukan berarti seluruh bid'ah dilarang. Yang terlarang adalah sebagian saja, tidak semuanya. Buktinya adalah ternyata para sahabat juga banyak melaksanakan perbuatan serta membuat kebijakan yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup. Misalnya, menjadikan al Qur'an dalam satu mushhaf, menambah jumlah adzan pada shalat Jum'at menjadi dua kali, shalat Tarawih berjamaah selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, penambahan bacaan dzikir di dalam shalat, dan berbagai hal lainnya, termasuk hasil-hasil ijtihad para sahabat yang ternyata tidak pernah ada pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ini merupakan bukti nyata bahwa kata 'kullu' yang terdapat pada hadits itu berarti sebagian, bukan keseluruhan. Oleh karena itu, tidak semua bid'ah dilarang. Yang dilarang hanya bid'ah yang secara nyata akan merusak ajaran Islam. (J.R) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar