Rabu, 27 Juli 2022

Bersedekap

Pekerjaan selanjutnya di dalam shalat setelah mengucapkan takbiratul ihram adalah bersedekap. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Dalam hadits shahih disebutkan:

عَنْ وَائِلٍ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلاَةِ قَبَضَ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ - رواه النسائي والدراقطني

"Dari Wail bin Hujr ia berkata, "Aku melihat Rasulullah Saw ketika berdiri di dalam shalat, beliau menggenggam tangan kanan atas tangan kirinya." (Sunan al-Nasa'i, Juz II, halaman 125 [887], Sunan al-Daruquthni, Juz I, halaman 286 [11]).

Adapun meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, hikmahnya menurut al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqallani adalah untuk lebih mendekatkan kepada khusyu’, karena sikap seperti merupakan sikap seorang peminta yang hina-dina dan sangat butuh. Sikap seperti itu juga bisa mencegah tindakan main-main.

Cara bersedekap menurut madzhab Syafi'i adalah tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri, kemudian diletakkan di atas pusar di bawah dada. Sebagian ulama lainnya berpendapat posisi tangan berada di di bawah pusar.

Imam Nawawi menjelaskan:

وَاسْتِحْبَابُ وَضْعِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى بَعْدَ تَكْبِيْرَةِ اْلإِحْرَامِ، وَيَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ فَوْقَ سُرَّتِهِ، هَذَا مَذْهَبُنَا الْمَشْهُوْرُ، وَبِهِ قَالَ الْجُمْهُوْرُ وَقَالَ اَبُوْ حَنِيْفَةَ ... وَأَبُوْ إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيُّ مِنْ أَصْحَابِنَا: يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ سُرَّتِهِ - صحيح مسلم بشرح النووى، ج٤ ص٩٨

"Sunnah meletakkan tangan yang kanan di atas tangan yang kiri, diletakkan di bawah dada di atas pusar. Inilah pendapat yang masyhur di dalam madzhab Syafi'i, yang juga merupakan pendapat mayoritas ulama. Sementara menurut Abu Hanifah.... dan Abu Ishaq al-Marwazi dari kalangan Ashhabu al-Syafi'i, kedua tangan tersebut diletakkan di bawah pusar." (Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Juz IV, halaman 98).

Di dalam kitab Ihya’ Imam al-Ghazali menjelaskan:

ثُمَّ يَضَعُ الْيَدَيْنِ عَلَى مَا فَوْقَ السُّرَّةِ وَتَحْتَ الصَّدْرِ وَيَضَعُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى إِكْرَامًا لِلْيُمْنَى بِأَنْ تَكُوْنَ مَحْمُوْلَةً وَيَنْشُرُ الْمُسَبِّحَةَ وَالْوُسْطَى مِنَ الْيُمْنَى عَلَى طُوْلِ السَّاعِدِ وَيَقْبِضُ بِالْإِبْهَامِ وَالْخِنْصِرِ وَالْبِنْصِرِ عَلَى كُوْعِ الْيُسْرَى - إحياء علوم الدين، ج١ ص١٥٣

"Kemudian meletakkan kedua tangan di atas pusar di bawah dada. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri untuk memuliakan yang kanan. Dengan cara ditekan dan membentangkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di atas lengan, dan menggenggam pergelangan tangan dengan ibu jari, jari manis dan kelingking." (Ihya' Ulum al-Din, Juz I, halaman 153).

Bersedekap dengan cara yang demikian itulah yang lebih dianjurkan, karena ia telah diamalkan oleh para sahabat Nabi Saw, tabi'in dan generasi sesudahnya. Al-Imam al-Tirmidzi berkata:

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ يَرَوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَمِيْنَهُ عَلَى شِمَالِهِ فِي الصَّلاَةِ. وَرَأَى بَعْضُهُمْ أَنْ يَضَعَهُمَا فَوْقَ السُّرَّةِ وَرَأَى بَعْضُهُمْ أَنْ يَضَعَهُمَا تَحْتَ السُّرَّةِ - سنن الترمذي، ج٢ ص٣٢

"Cara seperti ini telah diamalkan oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat, tabi'in dan generasi sesudahnya. Mereka semua meriwayatkan bahwa posisi bersedekap adalah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Di antara mereka ada yang meriwayatkan bahwa posisi kedua tangan itu adalah di atas pusar, sebagian yang lain mengatakan di bawah pusar." (Sunan al-Tirmidzi, Juz II, halaman 32 [253]).

Sebagai penguat atas penjelasan Imam al-Tirmidzi tersebut, Imam Abu Dawud juga meriwayatkan cara bersedekap yang diamalkan oleh Sayidina Ali ra: 

عَنِ ابْنِ جَرِيْرٍ الضَّبِّيِّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُمْسِكُ شِمَالَهُ بِيَمِيْنِهِ عَلَى الرُّسْغِ فَوْقَ السُّرَّةِ. قَالَ أَبُوْ دَاوُد وَرُوِيَ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَوْقَ السُّرَّةِ قَالَ أَبُوْ مِجْلَزٍ تَحْتَ السُّرَّةِ وَرُوِيَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَلَيْسَ بِالْقَوِيِّ - سنن أبو داود، ج١ ص٢٦٠

"Dari Ibn Jarir al-Dhabbiy dari ayahnya, ia berkata, "Aku melihat Ali ra (ketika shalat) memegang tangan kiri dengan tangan kanannya pada pergelangan tangan, di atas pusar. Imam Abu Dawud mengatakan, "Diriwayatkan juga dari Sa'id bin Jubair bahwa tangan itu diletakkan di atas pusar." Abu Mijlaz menyatakan tangan itu diletakkan di bawah pusar, dan itu juga diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Namun riwayat ini tidak kuat." (Sunan Abi Dawud, Juz I, halaman 260 [757]).

Tak bisa dipungkiri bahwa ada hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Saw meletakkan kedua tangannya di dada. Yakni:

عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى عَنْ طَاوُوْسٍِ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي الصَّلاَةِ

"Dari Sulaiman bin Musa, Thawus berkata, bahwa di dalam shalat, Rasulullah Saw meletakkan tangan yang kanan di atas dadanya."

Namun hadits ini tidak bisa dijadikan dalil, karena tergolong hadits dhaif (lemah). Penyebabnya adalah adanya rawi yang tidak mencukupi syarat, yakni Sulaiman bin Musa.

Tatkala menjelaskan hadits tersebut Syaikh Ali bin Hasan Assaqqaf berkata bahwa kelemahan hadits di atas karena dua alasan:

اْلأُوْلَى: سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى هَذَا قَالَ عَنْهُ الْبُخَارِي: (عِنْدَهُ مَنَاكِيْرُ)، وَقَالَ النَّسَائِي: (أَحَدُ الْفُقَهَاءِ، وَلَيْسَ بِالْقَوِيِّ فِي الْحَدِيْثِ) كَمَا فِي التَّهْذِيْبِ الْكَمَالِ، ٩٧/١٢

الثَّانِيَةُ: أَنَّهُ مُرْسَلٌ فَقَدْ أَرْسَلَهُ طَاوُوْسُ، وَالْمُرْسَلُ مِنْ أَقْسَامِ الضَّعِيْفِ - تناقضات الألباني الواضحات، ج٣ ص٤٩ 

Pertama, Kata Imam al-Bukhari, Sulaiman bin Musa tersebut banyak meriwayatkan hadits munkar. Kata Imam al-Nasa'i, dia salah seorang ahli fiqh, tetapi tidak kuat (dalam periwayatannya) sebagaimana disebutkan di dalam kitab Tahdzibul Kamal (12/97).

Kedua, hadits tersebut mursal, yang diriwayatkan secara mursal oleh Imam Thawus, sedangkan hadits mursal adalah bagian dari hadits dhaif. (Tanaaqudhaat al-Albaani al-Waadhihaat, Juz III, halaman 49/50).

Catatan: Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang dhaif, yang berlawanan dengan riwayat orang tsiqah (orang yang dapat dipercaya) yang lebih baik daripada rawi dhaif tersebut.

Sedangkan hadits mursal ialah hadits yang diangkat oleh seorang tabi'in kepada Nabi Saw secara langsung, artinya seorang tabi'in berkata, "Rasulullah Saw bersabda dan seterusnya:....." (Qawaidul Asasiyyah, halaman 48).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar