Jumat, 29 Juli 2022

Membaca Doa Iftitah

Setelah posisi bersedekap sempurna, diamlah sejenak sebelum membaca doa iftitah yang dalam istilah lain disebut dengan tawajjuh. Hukum membaca doa iftitah ini adalah sunnah, baik shalat itu dilakukan sendirian (munfarid) maupun secara bersama-sama (jama'ah), shalat fardhu maupun shalat sunnah.

Yang perlu diingat bahwa kesunnahan membaca tawajjuh ini adalah sebelum membaca surat al-Fatihah pada rakaat pertama. Apabila seseorang telah membaca surat al-Fatihah, maka hilanglah kesunnahan membaca doa tawajjuh. Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji diterangkan:

تُسْتَحَبُّ قِرَاءَةُ التَّوَجُّهِ فِي افْتِتَاحَةِ الْمَفْرُوْضَةِ وَالنَّافِلَةِ لِلْمُنْفَرِدِ وَلِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوْمِ، بِشَرْطِ اَنْ لاَيَبْدَأَ بِقِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ بَعْدُ. فَإِنْ بَدَأَ بِهَا - وَقَدْ عَلِمْتَ اَنَّ الْبَسْمَلَةَ جُزْءٌ مِنْهَا - أَوْ بِالتَّعَوُّذِ، فَاتَتْ سَنِّيَّةُ قِرَاءَةِ التَّوَجُّهِ، فَلاَ يَنْبَغِى اَنْ يَعُوْدَ اِلَيْهِ وَلَوْكاَنَ نَاسِيًا. وَلاَ تُسْتَحَبُّ التَّوَجُّهُ فِيْ صَلاَةِ الْجَنَازَةِ، وَلاَ فِيْ صَلاَةِ الْمَفْرُوْضَةِ اِذَا ضَاقَ وَقْتُهَا بِحَيْثُ اِنِ اشْتَغَلَ بِقِرَاءَةِ التَّوَجُّهِ اَنْ يَخْرُجَ الْوَقْتُ - الفقه المنهجي، ج١ص١٥٠

"Disunnahkan membaca tawajjuh ketika memulai shalat fardhu dan shalat sunnah. Baik shalat sendirian, ataupun bagi imam dan makmum (jika berjamaah), dengan syarat orang itu belum memulai membaca surat al-Fatihah. Jika ia telah membaca al-Fatihah --padahal ia tahu bahwa basmalah merupakan bagian dari surat al-Fatihah-- atau membaca ta'awwudz, maka hilanglah kesunnahan membaca tawajjuh tersebut. Ketika itu, orang itu tidak usah kembali lagi untuk membaca tawajjuh. Tawajjuh tidak disunnahkan dalam shalat jenazah, begitu pula ketika shalat fardhu yang waktunya hampir habis, yakni bila ia membaca tawajjuh, maka dikhawatirkan waktu shalat akan habis." (al-Fiqh al-Manhaji, Juz I, halaman 50).

Orang yang tidak membaca doa iftitah, baik karena lupa ataupun disengaja, maka shalatnya sah dan tidak perlu kembali untuk membaca doa iftitah. Dia pun tidak perlu membacanya pada rakaat berikutnya dan tidak perlu pula untuk melakukan sujud sahwi. Namun jika ia memilih untuk kembali membaca doa iftitah, maka shalatnya tidak batal. Demikian keterangan yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitab Syarh al-Muhadzdzab, juz 3, halaman 318.

Adapun bacaan doa iftitah itu adalah sebagai berikut:

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

[Allaahu akbaru kabiiraa, walhamdulillaahi katsiiraa, wasubhaanallaahi bukratan wa-ashiilaa, wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wamaa ana minal musyrikiin, inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbil 'aalamiin, laa syariika lahu wabidzaalika umirtu wa-ana minal muslimiin]

"Allah Maha Besar kekuasaan-Nya lagi sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak. Dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan sore. Kuhadapkan hatiku kepada Dzat Yang Menciptakan langit dan bumi, dengan penuh kepatuhan dan kepasrahan dan aku bukanlah golongan kaum yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata hanya untuk Allah, seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan dengan itu aku diperintahkan. Dan aku termasuk orang-orang yag berserah diri (Islam)."

Doa iftitah ini didasarkan pada dua hadits shahih yang banyak terdapat di dalam kitab hadits. Di antaranya:

 عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: جَاءَ رَجُلٌٌ وَالنَّاسُ فِي الصَّلاَةِ، فَقَالَ حِيْنَ وَصَلَ اِلَى الصَّفِّ: اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةًً وَاَصِيْلاًَ؛ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ قَالَ: مَنْ صَاحِبُ اْلكَلِمَاتِ؟ قَالَ الرَّجُلُ: اَنَا يَارَسُوْلَ اللهِ، وَاللهِ مَا اَرَدْتُ بِهَا اِلاَّ الْخَيْرَ قَالَ: لَقَدْ رَاَيْتُ اَبْوَابَ السَّمَاءِ فُتِحَتْ لَهُنَّ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ - رواه مسلم

"Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, "Seorang laki-laki datang pada saat shalat berjamaah didirikan. Setelah sampai di shaf, laki-laki itu mengucapkan: "Allaahu akbaru kabiiraa, walhamdulillaahi katsiiraa, wasubhaanallaahi bukratan wa-ashiilaa". Setelah Nabi Saw selesai shalat, beliau bertanya, "Siapa yang mengucapkan kalimat tadi?" Laki-laki itu menjawab, "Saya ya Rasulallah, demi Allah saya hanya bermaksud baik dengan kalimat itu." Beliau bersabda, "Sungguh aku telah melihat pintu-pintu langit terbuka menyambut kalimat itu." Ibu Umar ra berkata, "Aku belum pernah meninggalkannya sejak mendengarnya." (Shahih Muslim, Juz I, halaman 420 [150]).

عَنْ عَلِيِّ ابْنِ اَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلاَةَ يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُوْلُ: وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ - رواه أحمد وأبو داود والترمذى والنسائي وابن ماجه

"Diriwayatkan dari Sayidina Ali ra, bahwa sesungguhnya Nabi Saw ketika memulai shalat, beliau bertakbir untuk shalat. Lalu beliau membaca: wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wamaa ana minal musyrikiin, inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbil 'aalamiin, laa syariika lahu wabidzaalika umirtu wa-ana minal muslimiin." (Sunan Abi Dawud, Juz I, halaman 260 [760], Sunan al-Tirmidzi, Juz V, halaman 485 [3421], Sunan al-Nasa'i, Juz II, halaman 129 [897], Sunan Ibn Majah, Juz II, halaman 1043 [3121], Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz I, halaman 102 [803]). 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar