Kamis, 15 Juni 2023

Qurban Seekor Kambing untuk Satu Keluarga?

Rasulullah Saw pernah menyembelih satu hewan qurban, yakni seekor kambing, untuk dirinya dan umatnya yang demikian banyak ini. Hal ini bisa diketahui dari doa yang dibaca Rasulullah saat menyembelih hewan kurbannya. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan sebagai berikut:

 ‏عَنْ ‏ ‏عَائِشَةَ ‏ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ ‏ ‏يَطَأُ فِي سَوَادٍ ‏ ‏وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ ‏ ‏وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ ‏ ‏فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا ‏ ‏عَائِشَةُ ‏ ‏هَلُمِّي ‏ ‏الْمُدْيَةَ ‏ ‏ثُمَّ قَالَ ‏ ‏اشْحَذِيهَا ‏ ‏بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ ‏ ‏بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏وَآلِ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏وَمِنْ أُمَّةِ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah Saw menyuruh mengambilkan kambing yang bertanduk, hitam kakinya, hitam perutnya, hitam sekeliling matanya. Lalu kambing itu didatangkan untuk disembelih. Maka beliau Saw bersabda, “Hai Aisyah, ambilkan pisau.” Beliau bersabda lagi, “Asahlah pisau itu dengan batu.” Kemudian Aisyah melaksanakannya. Kemudian beliau mengambil pisau dan kambing tersebut, lalu membaringkannya untuk menyembelihnya. Beliau membaca, “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad.” Kemudian beliau menyembelihnya. (HR Muslim)

Hadits Rasulullah Saw ini dipahami oleh para ulama sebagai bentuk kepedulian beliau yang menyertakan umatnya dalam pahala qurban kambing yang beliau sembelih. Sedangkan kurbannya itu sendiri hanya diperuntukkan bagi dirinya.

Dari sini ulama menyimpulkan bahwa hukum ibadah qurban itu pada dasarnya sunnah kifayah, yang bila dikerjakan oleh salah seorang dari mereka, maka tuntutan berqurban dari mereka sudah memadai. Lain hal jika qurban diniatkan nadzar, maka hukumnya menjadi wajib. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa satu kambing hanya bisa diperuntukkan qurban bagi satu orang. Imam Nawawi menyebutkannya sebagai berikut:

تجزئ الشاة عن واحد ولا تجزئ عن أكثر من واحد لكن إذا ضحى بها واحد من أهل البيت تأدى الشعار في حق جميعهم وتكون التضحية في حقهم سنة كفاية وقد سبقت المسألة في أول الباب

Seekor kambing memadai untuk satu orang yang berqurban, dan tidak memadai untuk lebih dari satu orang. Tetapi kalau salah seorang dari anggota keluarga berqurban dengan satu ekor, maka memadailah syiar Islam di keluarga tersebut. Ibadah qurban dalam sebuah keluarga itu sunnah kifayah. Masalah ini sudah dibahas di awal bab.” (al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, 8/397).

Imam Ibnu Hajar al-Haitami mengulas praktik kurban Rasulullah Saw secara lebih mendalam. Menurut beliau, qurban memang untuk satu orang. Tetapi orang yang berqurban dapat berbagi pahala dengan yang lain.

تُجْزِئُ ( الشَّاةُ ) الضَّائِنَةُ وَالْمَاعِزَةُ ( عَنْ وَاحِدٍ ) فَقَطْ اتِّفَاقًا لَا عَنْ أَكْثَرَ بَلْ لَوْ ذَبَحَا عَنْهُمَا شَاتَيْنِ مُشَاعَتَيْنِ بَيْنَهُمَا لَمْ يَجُزْ ؛ لِأَنَّ كُلًّا لَمْ يَذْبَحْ شَاةً كَامِلَةً وَخَبَرُ اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّةِ مُحَمَّدٍ مَحْمُولٌ عَلَى التَّشْرِيكِ فِي الثَّوَابِ وَهُوَ جَائِزٌ وَمِنْ ثَمَّ قَالُوا لَهُ أَنْ يُشْرِكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِ أُضْحِيَّتِهِ وَظَاهِرُهُ حُصُولُ الثَّوَابِ لِمَنْ أَشْرَكَهُ وَهُوَ ظَاهِرٌ إنْ كَانَ مَيِّتًا قِيَاسًا عَلَى التَّصَدُّقِ عَنْهُ وَيُفَرَّقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَا يَأْتِي فِي الْأُضْحِيَّةِ الْكَامِلَةِ عَنْهُ بِأَنَّهُ يُغْتَفَرُ هُنَا لِكَوْنِهِ مُجَرَّدَ إشْرَاكٍ فِي ثَوَابِ مَا لَا يُغْتَفَرُ ثُمَّ رَأَيْت مَا يُؤَيِّدُ ذَلِكَ وَهُوَ مَا مَرَّ فِي مَعْنَى كَوْنِهَا سُنَّةَ كِفَايَةٍ الْمُوَافِقُ لِمَا بَحَثَهُ بَعْضُهُمْ أَنَّ الثَّوَابَ فِيمَنْ ضَحَّى عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ لِلْمُضَحِّي خَاصَّةً لِأَنَّهُ الْفَاعِلُ كَالْقَائِمِ بِفَرْضِ الْكِفَايَةِ

 (Seekor kambing) baik domba maupun kambing kacang itu memadai untuk qurban (satu orang) saja berdasarkan kesepakatan ulama, tidak untuk lebih satu orang. Tetapi jika misalnya ada dua orang menyembelih dua ekor kambing yang membaur sebagai kurban bagi keduanya, maka tidak boleh karena masing-masing tidak menyembelihnya dengan sempurna. Hadits 'Tuhanku, inilah kurban untuk Muhammad dan umat Muhammad SAW,' mesti dipahami sebagai persekutuan dalam pahala. Ini boleh saja. Dari sini para ulama berpendapat bahwa seseorang boleh menyertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Secara tekstual, pahala itu didapat bagi orang yang menyertakan orang lain. Ini jelas, meskipun orang yang disertakan itu sudah wafat. Hal ini didasarkan pada qiyas sedekah atas mayit. Tentu harus dibedakan antara sedekah biasa dan ibadah kurban sempurna. Karena di sini sekadar berbagi pahala kurban dibolehkan. Saya melihat dalil yang memperkuat pernyataan ini seperti pernah dijelaskan di mana hukum ibadah kurban adalah sunnah kifayah. Hal ini sejalan dengan bahasan sejumlah ulama yang menyebutkan bahwa pahala orang yang berqurban untuknya dan keluarganya itu sejatinya untuk dirinya sendiri. Karena, orang pertamalah yang berkurban, sama halnya dengan orang yang menunaikan ibadah fardhu kifayah.” (Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj,  4/ 354-355).

Lalu, bagaimana memahami qurban untuk satu orang sementara pahalanya bisa dibagi untuk orang lain?

Syekh Sulaiman al-Bujairimi memberi penjelasan terhadap pernyataan yang tampak kontradiktif ini. Menurutnya, dua pernyataan itu tidak saling menegasikan. Demikian keterangannya.

قَوْلُهُ : ( وَتُجْزِئُ الشَّاةُ ) فَإِنْ قُلْت إنَّ هَذَا مُنَافٍ لِمَا بَعْدَهُ حَيْثُ قَالَ : فَإِنْ ذَبَحَهَا عَنْهُ ، وَعَنْ أَهْلِهِ أَوْ عَنْهُ وَأَشْرَكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِهَا جَازَ . أُجِيبُ : بِأَنَّهُ لَا مُنَافَاةَ لِأَنَّ قَوْلَهُ هُنَا عَنْ وَاحِدٍ أَيْ مِنْ حَيْثُ حُصُولِ التَّضْحِيَةِ حَقِيقَةً وَمَا بَعْدَهُ الْحَاصِلُ لِلْغَيْرِ إنَّمَا هُوَ سُقُوطُ الطَّلَبِ عَنْهُ ، وَأَمَّا الثَّوَابُ وَالتَّضْحِيَةُ حَقِيقَةً فَخَاصَّانِ بِالْفَاعِلِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“(Satu ekor kambing [untuk satu orang, tidak lebih]). Kalau engkau bertanya, 'Pernyataan ini menafikan kalimat setelahnya yang menyebutkan (Kalau seseorang menyembelih kurban untuk dirinya dan keluarganya, atau menyertakan orang lain dalam pahala qurbannya, maka boleh)', kami akan menjawab bahwa pernyataan pertama tidak menafikan pernyataan kedua. Karena, frasa 'untuk satu orang' di sini maksudnya adalah hakikat qurban. Sementara frasa selanjutnya hanya menerangkan gugurnya anjuran sunnah ibadah qurban ‘untuk orang lain’. Sedangkan perihal pahala dan qurban secara hakiki bagaimanapun itu khusus hanya untuk mereka yang berqurban.” (Hasyiyatul Bujairimi alal Khathib, 4/333).

Di sini juga akan kami kutipkan argumentasi yang diajukan Ibnu Rusyd dari madzhab Maliki. Beliau menjelaskan kenapa ulama sepakat qurban satu ekor kambing hanya untuk satu orang.

وذلك أن الأصل هو أن لا يجزي إلا واحد عن واحد، ولذلك اتفقوا على منع الاشتراك في الضأن. وإنما قلنا إن الأصل هو أن لا يجزي إلا واحد عن واحد، لأن الأمر بالتضحية لا يتبعض إذ كان من كان له شرك في ضحية ليس ينطلق اسم مضح إلا إن قام الدليل الشرعي على ذلك

“Karena memang pada dasarnya ibadah qurban seseorang itu hanya memadai untuk satu orang. Karenanya para ulama sepakat dalam menolak persekutuan qurban beberapa orang atas seekor kambing. Kenapa kami katakan ‘pada dasarnya ibadah qurban seseorang itu hanya memadai untuk satu orang?' Pasalnya, perintah qurban tidak terbagi (untuk kolektif, tetapi perorang). Ketika orang bersekutu atas seekor hewan qurban, maka sebutan 'orang berqurban' tidak ada pada mereka. Lain soal kalau ada dalil syara' yang menunjukkan itu." (Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, hal. 396).

Dari sejumlah keterangan di atas, kita dapat memahami bahwa ulama sepakat atas qurban satu ekor kambing hanya untuk satu orang. Hanya saja pahalanya bisa dibagi kepada orang lain. Jadi dua hal ini harus dipisahkan, antara qurban dan pahala. Dari sini pula kita dapat memahami bahwa hadits adakalanya dapat langsung dipahami secara tekstual. Tetapi adakalanya pemahaman sebuah hadits tertunda karena menuntut analisa dan kajian lebih mendalam, tidak sekedar tekstual.

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar