Rabu, 28 September 2022

Maulid Nabi Itu Berpahala

Merayakan hari kelahiran Nabi Saw (Maulid Nabi) sudah menjadi tradisi kaum Ahussunnah wal Jama’ah. Tidak bisa dipungkiri bahwa maulid Nabi Saw merupakan perkara baru yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dan para sahabat. Namun tidaklah semua perkara baru yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah Saw secara langsung dapat dipandang sebagai bid’ah dhalalah.

Para ahli sejarah telah bersepakat bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi Saw adalah Raja Irbil di Iraq, yang dikenal sangat alim, bertakwa, dan pemberani. Nama sang raja itu adalah al-Muzhaffar Abu Sa’id Kukuburi bin Zainuddin Ali Buktikin (wafat 630 H/1232 M). Para ulama telah mengategorikan maulid Nabi termasuk ke dalam bid’ah hasanah. Menurut mereka, orang yang mengadakannya dan yang hadir di dalam majelis tersebut mendapatkan pahala dari Allah Swt.

Imam Jalaluddin al-Suyuthi pernah ditanya tentang hukum merayakan maulid Nabi dan perihal apakah orang-orang yang memperingatinya itu memperoleh pahala atau tidak. Terhadap pertanyaan itu beliau menjawab:

اَلْجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ إِجْتِمَعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةُ اْلأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ اْلآياَتِ ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌُ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍِ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِظْهَارِ الْفَرَحِ وَاْلاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

“Jawabannya menurut saya bahwa asal perayaan maulid Nabi Saw, yakni manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi Saw sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi Saw, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Saw.” [1]

Hal senada juga dikatakan oleh Syekh Ibnu Taimiyah, ulama yang menjadi rujukan utama orang-orang yang antimaulid:

يَقُوْلُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ قَدْ يُثَابُ بَعْضُ النَّاسُ عَلَى فِعْلِ الْمَوْلِدِ وَكَذَلِكَ مَا يُحْدِثُهُ بَعْضُ النَّاسِ إِمَّا مُضَاهَاةً لِلنَّصَارَى فِيْ مِيْلاَدِ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَإِمَّا مَحَبَّةً لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعْظِيْمًا لَهُ وَاللهُ قَدْ يُثِيْبُهُمْ عَلَى هَذِهِ الْمَحَبَّةِ وَاْلإِجْتِهَادِ لاَ عَلَى الْبِدَعِ

Ibnu Taimiyah berkata, “Orang-orang yang melaksanakan perayaan maulid Nabi Saw akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, ada kalanya bertujuan meniru kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa ‘alaihis salam, dan ada kalanya dilakukan sebagai ungkapan cinta dan penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw. Allah Swt akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.” [2]

Luar biasa bukan? Orang-orang yang antimaulid telah menyelisihi pendapat imam yang mereka agung-agungkan. Syekh Ibnu Taimiyah dengan tegas mengatakan bahwa orang-orang yang mengadakan maulid Nabi atas dasar kecintaan kepada Rasulullah Saw akan memperoleh pahala di sisi Allah Swt. Sudah barang tentu kaum Ahlussunnah wal Jama’ah yang merayakan maulid Nabi didasari oleh perasaan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maulid Nabi adalah ungkapan cinta kepada beliau. Lalu, bagaimana mungkin kaum Salafi-Wahabi berani mengatakan akan menjadi penghuni neraka orang-orang yang merayakan maulid Nabi, padahal perayaan itu merupakan ungkapan cinta kepada Rasulullah?

Na’udzubillah..



[1] Lihat: al-Hawi li al-Fatawi, Juz I, hal. 251-252.

[2] Lihat: Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar