Sabtu, 17 September 2022

QS. an-Najm [53]: 39: Hadiah Pahala Tidak Sampai pada Mayit?

Pertanyaan:

Apakah benar al-Qur’an surat an-Najm [53]: 39 merupakan dalil yang menunjukkan bahwa orang yang meninggal dunia tidak bisa mendapatkan manfaat dari amalan orang yang masih hidup, sehingga hadiah pahala yang biasa dilakukan saat tahlilan tidak akan sampai kepada mayit?

Jawaban:

Hal itu jelas tidak benar. Mari kita perhatikan firman Allah Swt dalam QS. an-Najm [53]: 39:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. al-Najm [53]: 39).

Menurut mereka yang anti-tahlilan ayat ini secara tegas menyatakan bahwa manusia tidak akan mendapat pahala (manfaat dari amaliah orang lain) selain dari apa yang diusahakannya sendiri.

Perlu dipahami bahwa ada sejumlah pendapat terkait ayat ini:

Pertama, ayat ini sesungguhnya menjelaskan hukum yang terdapat dalam syariat Nabi Musa dan Nabi Ibrahim a.s.; bukan hukum yang ada dalam syariat Nabi Muhammad. Seharusnya dalam mengutip ayat dilakukan secara jujur. Jangan dipotong sesuai dengan kehendak nafsu. Perhatikan ayat berikut ini:

أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَىٰ، وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّىٰ، أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ، وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. al-Najm [53]: 36-39)

Jelas sekali, susunan ayat di atas menjelaskan hukum yang terdapat dalam syariat Nabi Musa dan Nabi Ibrahim a.s. Hal ini akan lebih jelas lagi ketika kita membaca tafsir ayat di atas dalam kitab Tafsir Khazin:

كَانَ ذَلِكَ لِقَوْمِ اِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى، فَأَمَّا هَذِهِ اْلأُمَّةُ فَلَهُ مَاسَعَوْا وَمَا سَعَى لَهُمْ غَيْرُهُمْ

“Adalah yang demikian itu untuk kaum Ibrahim dan Musa, sedangkan bagi umat ini (umat Islam), maka mereka bisa memperoleh pahala dari usahanya dan dari usaha orang lain.” (Tafzir Khazin, Jilid 6, halaman 223)

Dalam syariat Nabi Ibrahim dan Nabi Musa a.s. memang demikan, bahwa seseorang tidak akan mendapat pahala kecuali dari apa yang diusahakannya. Namun untuk umat Nabi Muhammad Saw, seseorang akan memperoleh apa yang diusahakannya sendiri dan yang diusahakan orang lain untuknya. Ikrimah adalah salah seorang ulama yang berpendapat demikian.

Kedua, ayat di atas (QS. an-Najm [53]: 39) hukumnya telah dibatalkan dalam syariat Islam dengan turunnya QS. ath-Thur [52]: 21 yang bunyinya sebagai berikut:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيْمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka…” (QS. ath-Thur [52]: 21).

Ayat ini menerangkan bahwa Allah memasukkan anak cucu ke surga karena keshalihan leluhur mereka.

Hal ini dipertegas lagi dengan ucapan Sayyidina Abdullah bin Abbas ra saat menjelaskan ayat di atas (QS. an-Najm [53]: 39). Beliau berkata:

وَهَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِيْ هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ بِقَوْلِهِ تَعَلَى (الْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ) فَاُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ الْجَنَّةَ بِصلاَحِ اْلأَبَاءِ

“(Ayat) ini dibatalkan hukumnya dalam syariat ini (Islam) dengan firman Allah: “Kami hubungkan kepada mereka anak-cucu mereka” –QS. ath-Thur: 21— maka dimasukkan anak ke dalam surga dengan amal shalih yang dilakukan bapaknya.” (Tafsir Khazin, Jilid 6, halaman 223).

Ketiga, yang dimaksud dengan manusia pada QS. an-Najm [53]: 39 tersebut adalah orang-orang kafir. Sedangkan orang Mukmin akan memperoleh pahala yang diusahakannya sendiri dan yang diusahakan orang lain untukya. Demikian pendapat yang dikemukakan oleh al-Rabi’ bin Anas.

Keempat, seorang manusia memang hanya akan memperoleh pahala dari apa yang diusahakannya sendiri berdasarkan keadilan Tuhan. Namun jika diperhatikan betapa luasnya anugerah yang dimiliki Allah, maka bisa saja Allah Swt menambah pahalanya dengan apa yang diusahakan orang lain untuknya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Husain bin al-Fadhal.

Kelima, huruf jar lam dalam kalimat lil-insan bermakna ‘ala, yakni manusia hanya akan disiksa karena apa yang diusahakannya. Jadi ayat tersebut berhubungan dengan siksa, bukan pahala.

Dari sejumlah keterangan di atas, dapat disimpulan bahwa QS. al-Najm [53]: 39 tidak bisa dijadikan dalil untuk membantah sampainya pahala (bermanfaatnya) amaliah orang yang masih hidup kepada mayit. Renungkanlah hal itu dan semoga Allah memberi pemahaman yang baik pada kita.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar