Kamis, 29 September 2022

Mana Dalilnya Maulid Nabi? Ini Dalilnya

Adakah dalil baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits yang mengisyaratkan akan kebolehan –bahkan kesunnahan— melaksanakan maulid Nabi, sehingga para ulama pun tidak mengingkari perkara itu, bahkan mengatakan orang yang melakukannya akan memperoleh pahala? Perhatikan dan simaklah baik-baik dalil-dali berikut ini, dan semoga Allah Swt memberikan pemahaman yang baik kepada kita.

Di dalam al-Qur’an Allah Swt berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [1]

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita penegasan Allah Swt bahwa Nabi Muhammad Saw kehadirannya di atas dunia ini bukan hanya sekedar menjalani hidup sementara, sebagaimana keadaan manusia lainnya, namun menjadi salah satu bentuk rahmat (kasih sayang) Allah terhadap alam semesta ini.

Di dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw sendiri menjelaskan perihal keberadaan beliau:

اِنَّمَا اَنَا رَحْمَةٌُ مُهْدَاةٌُ.

“Aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan.” [2]

Perhatikanlah, ternyata Rasulullah Saw menyebut diri beliau sebagai rahmat yang dihadiahkan Allah. Kepada siapa rahmat itu dihadiahkan Allah? Jawabnya adalah kepada alam semesta dan termasuk kita di dalamnya. Secara logika, adalah hal yang wajar bila seseorang yang memperoleh hadiah merasa senang, gembira dan bahagia. Ini sejalan dengan firman Allah:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” [3]

Al-Hafizh al-Suyuthi mengutip pendapat Ibnu Abbas ra tentang tafsir ayat ini yang mengatakan bahwa yang dimaksud karunia Allah itu adalah ilmu; sedangkan yang dimaksud dengan rahmat-Nya itu adalah Nabi Muhammad Saw. [4]

Belumkah jelas keterangan ini bagi orang-orang yang memaksimalkan penggunaan akalnya? Nabi Saw telah menjelaskan bahwa diri beliau merupakan rahmat yang dihadiahkan Allah terhadap alam semesta ini, dan Allah Swt sendiri telah memerintahkan kepada kita agar bergembira menyambut kehadiran rahmat-Nya itu. Maulid Nabi merupakan salah satu ungkapan kegembiraan umat ini atas kelahiran Rasulullah Saw.

Tidakkah Anda juga telah mengetahui bagaimana Allah memberikan keringanan siksa atas Abu Lahab pada setiap hari Senin hanya karena ia gembira saat mendengar Rasulullah Saw lahir? [5] Meskipun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh dan neraka, namun tentunya Allah Swt berhak menambah atau mengurangi siksa atasnya. Karena kegembiraan Abu Lahab saat mendengar Nabi Muhammad Saw (yang masih tergolong keponakannya) lahir ke atas dunia ini; dan sebagai wujud kegembiraannya itu ia membebaskan seorang budaknya bernama Tsuwaibah. Maka Allah berkehendak untuk memberi keringanan siksa atasnya pada setiap hari Senin. Jika Abu Lahab saja memperoleh anugerah semacam itu, lalu, tidakkah kita umat Islam yang memperingati maulid Nabi setiap tahun lebih layak memperoleh anugerah yang jauh lebih besar daripada yang diperoleh Abu Lahab? Renungkanlah dengan hati yang jernih.

Tatkala Rasulullah Saw ditanya oleh seseorang tentang puasa sunnat pada hari Senin, beliau mengaitkannya dengan peristiwa hari kelahirannya. Simaklah hadits berikut ini:

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ اْلأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ اْلإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ

Dari Abu Qatadah al-Anshari ra, bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” [6]

Demikianlah Nabi Saw sendiri memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya, dan rasa syukur itu beliau wujudkan dengan berpuasa pada setiap hari Senin.

Sesungguhnya ini merupakan isyarat akan kesunnahan melakukan maulid Nabi Saw. Hakikat pelaksanaan maulid Nabi adalah rasa syukur atas kelahiran beliau. Maka di dalamnya dibacakan sejarah hidup beliau dan dijelaskan berbagai keutamaan yang terkait dengan kepribadian Rasulullah Saw. Tujuannya tentu saja untuk menyegarkan kembali ingatan kita tentang kemuliaan beliau, dan agar kita tergugah untuk mencontoh berbagai keutamaan yang dimiliki oleh  Rasul Saw.

Perhatikan pula firman Allah Swt berikut ini:

فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Maka orang-orang yang beriman kepadanya (maksudnya, Nabi Muhammad) memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. [7]

Salah satu ciri dari orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw adalah memuliakan beliau. Maulid Nabi adalah salah satu cara memuliakan Rasulullah Saw. Dengan demikian, orang-orang yang merayakan maulid Nabi pada hakikatnya adalah orang-orang beriman yang memuliakan beliau, dan Allah menjanjikan keberuntungan bagi mereka.



[1] QS. al-Anbiya’ [21]: 107.

[2] HR Imam al-Hakim dan beliau menshahihkannya; demikian pula al-Dzahabi.

[3] QS. Yunus [10]: 58.

[4] Lihat: al-Durr al-Mantsur, 2/308.

[5] HR Imam Bukhari (4813) dan Imam al-Baihaqi (13701).

[6] HR Imam Muslim (1977).

[7] QS. al-A’raf [7]: 157.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar